Sabtu, 14 Februari 2009

Selasa, 10 Februari 2009


Proses Pembuatan Batik

Secara umum proses pembuatan batik melalui 3 tahapan yaitu pewarnaan, pemberian malam(lilin) pada kain dan pelepasan lilin dari kain.

Kain putih yang akan dibatik dapat diberi warna dasar sesuai selera kita atau tetap berwarna putih sebelum kemudian di beri malam. Proses pemberian malam ini dapat menggunakan proses batik tulis dengan canting tangan atau dengan proses cap. Pada bagian kain yang diberi malam maka proses pewarnaan pada batik tidak dapat masuk karena tertutup oleh malam (wax resist). Setelah diberi malam, batik dicelup dengan warna. Proses pewarnaan ini dapat dilakukan beberapa kali sesuai keinginan, berapa warna yang diinginkan.

Jika proses pewarnaan dan pemberian malam selesai maka malam dilunturkan dengan proses pemanasan. Batik yang telah jadi direbus hingga malam menjadi leleh dan terlepas dari air. Proses perebusan ini dilakukan dua kali, yang terakhir dengan larutan soda ash untuk mematikan warna yang menempel pada batik, dan menghindari kelunturan. Setelah perebusan selesai, batik direndam air dingin dan dijemur.

Published in: on November 20, 2007 at 6:11 am Comments (35)
Tags: , ,

Daur Ulang Malam

Pada umumnya para pembatik dapat mendaur ulang sisa malam yang telah digunakan menjadi malam baru yang dapat dipakai kembali. Setelah batik dilorod (direbus), maka malam akan terlepas dari kain dan terdapat di permukaan air. Hal ini terjadi karena malam (lilin) yang merupakan lemak memiliki massa jenis lebih kecil dari air. Jika air telah dingin maka malampun akan beku dan dapat diambil. Diusahakan air yang terbawa seminimal mungkin, kemudian malam bekas tersebut dicampur dengan BPM (Paraffin/kendal) yang merupakan sisa/ampas dari pembuatan minyak goreng. Bahan lainnya adalah Gondorukem yaitu getah pohon pinus. Jika ingin membuat batik dengan motif garis yang sangat tipis dan halus (ngawat) maka dapat dicampur dengan damar yaitu getah dari pohon meranti. Semua bahan tersebut direbus hingga larut semua yaitu sekitar 5-7 jam. Setelah itu malam yang telah jadi dicetak dan siap digunakan.

Published in: on November 12, 2007 at 6:16 pm Comments (3)
Tags: , , , , , ,

Batik Remukan

Kekayaan variasi batik memang sangat luas. Salah satu jenis teknik pembuatan batik yang cukup unik adalah batik remukan. Disebut remukan karena proses pembuatan batik ini telah dimodifikasi, yaitu dengan memecahkan malam pada pola batik yang telah kering, sehingga pada proses pencelupan warnanya meresap pada retakan malam yang telah terbentuk, seperti yang terlihat pada contoh gambar

remukan

Published in: on October 10, 2007 at 3:09 am Comments (1)
Tags: , ,

Batik Print

Batik print merupakan salah satu jenis batik yang baru muncul. Tidak diketahui pasti kapan mulai dikenal, tetapi kini menjadi produksi batik dengan jumlah paling banyak jika dibanding batik cap apalagi batik tulis.

Teknik pembuatan batik print relatif sama dengan produksi sablon, yaitu menggunakan klise(kassa) untuk mencetak motif batik di atas kain. proses pewarnaannya sama dengan proses pembuatan tekstil biasa yaitu dengan menggunakan pasta yang telah dicampur pewarna sesuai keinginan, kemudian diprintkan sesuai motif yang telah dibuat. Jenis batik ini dapat diproduksi dalam jumlah besar karena tidak melalui proses penempelan lilin dan pencelupan seperti batik pada umumnya, hanya saja motif yang dibuat adalah motif batik. oleh karena itu batik print merupakan salah satu jenis batik yang fenomenal, kemunculannya dipertanyakan oleh beberapa seniman dan pengrajin batik karena dianggap merusak tatanan dalam seni batik, sehingga mereka lebih suka menyebutnya kain bermotif batik.

Secara kasat mata kita dapat membedakan batik print dan batik tulis/cap dengan melihat permukaan di balik kain, biasanya kain batik print warnanya tidak meresap ke seluruh serat kain, dan hanya menempel pada permukaan kain, sehingga di balik kain masih terlihat sedikit berwarna putih.

Belakangan muncul perkembangan baru pada batik print, dengan adanya metode print malam.Metode ini dapat dikatakan perpaduan antara sablon dan batik. pada print malam, materi yang di printkan pada kain adalah malam (lilin) dan bukan pasta seperti batik print konvensional. setelah malam menempel, kemudian kain tersebut melalui proses pencelupan seperti pembuatan batik pada umumnya.

Published in: on October 2, 2007 at 11:28 pm Comments (0)
Tags: , , , ,

Batik Cap

cap tembaga cap kayu

Batik di Indonesia memang selalu mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awalnya hanya terdapat batik tulis yang dikerjakan oleh para pengrajin wanita menggunakan canting. Sekitar pertengahan abad ke-19, “canting cap” (biasanya disebut hanya“cap” saja) mulai dikembangkan.

Canting cap merupakan sebuah alat berbentuk semacam stempel besar yang telah digambar pola batik. Pada umumnya pola pada canting cap ini dibentuk dari bahan dasar tembaga, tetapi ada pula yang dikombinasikan dengan besi. Dari jenis produksi batik cap ini, pembatik bisa menghemat tenaga, dan tak perlu menggambar pola atau desain di atas kain.

Batik cap juga mengalami pekembangan, dengan dikenalnya cap kayu. Cap yang terbuat dari kayu ini lebih ekonomis dan lebih mudah pembuatannnya. Pola pada kayu diukir dan dibentuk seperti stempel sama halnya dengan cap tembaga. Batik menggunakan cap kayu ini dapat dibedakan dari cap tembaga karena kayu tidak menghantarkan panas sebaik tembaga sehingga malam (lilin) yang menempel pada kayu lebih tipis, dan hasil pengecapannya yang terbentukpun memiliki kekhasan tersendiri, biasanya terdapat sedikit warna yang meresap pada batik karena lilin yang menempel terlalu tipis, sehingga terlihat gradasi warna pada pola antara pinggir motif dan tengahnya.


Dukun Cilik Jombang : Rationality Vs Magic Power?

Tadi saya berselancar sebentar ke situs Surya online, dan menemukan berita unik “Dukun Cilik Jombang, Mengaku Punya Tugas Menutup Semburan Lumpur Lapindo“, dan pada berita tersebut telah timbul perdebatan apakah kekuatan supranatural Muhammad Ponari (10 tahun) mampu menyumpat semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo. Muhammad Ponari merupakan seorang bocah yang menjadi ‘dokter ajaib’ ketika ia menemukan dan memiliki “batu ajaib”. Bocah kecil asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, dikabarkan telah menyembuhkan ribuan pasien.

Setiap hari ribuan orang mengantri untuk diobati oleh Ponari sejak subuh hingga sore hari. Hal ini membuat Ponari menjadi anak super sibuk di Indonesia. Ia ‘rela’ tidak mengenyam pendidikan seperti teman-temannya dan hanya mendapat pendidikan pada malam hari oleh beberapa guru sekolahnya. Saking hebatnya penyembuhan ala Ponari, ribuan orang yang sanggup mengantri hingga berjam-jam dan berhari-hari. Karena lamanya harus mengantri, maka dikabarkan telah ada dua orang pasien Ponari yang tewas akibat mengantri lama.

Polemik : Rasionalitas Vs Supranatural

Kekuatan penyembuhan Ponari melalui ‘batu sakti’nya menimbulkan perdebatan sengit, apakah pantas kita mempercayai hal-hal yang ‘absurd’ secara rasionalitas sains. Sedangkan bagi mereka yang mempercayai kesembuhan dari ‘batu sakti’ Ponari, berargumen bahwa itulah kekuatan Tuhan yang hadir melalui sang bocah kecil atau juga mereka sangat percaya dengan kekuatan ‘batu sakti tersebut”.

Jika beradu argumen, maka untuk sementara orang sains (rasionality) kalah dengan orang yang percaya dengan kekuatan ’supranatural’ (kekuatan magic). Mereka yang percaya secara rasionalitas harus melakukan uji coba atau eksperimen untuk menyanggah pendapat para ‘magic power’-ers, sehingga mereka (rasionalitas) butuh waktu untuk menjelaskan fenomena yang unik ini. Sedangkan para ‘magic power’-ers dapat mudah berargumen dengan landasan iman atau fenomena luar yang dapat terlihat. Para magic power’-ers tidak butuh waktu yang lama untuk menjawab dan berargumen, tinggalkan mengeluarkan senjata paling ampuh, “ada kekuatan Tuhan disana”.

Bagi para rasionalitas (ilmu pengetahuan dan sains), senjata kedua yang paling ampuh untuk mencounter para ‘pemuja magic” adalah dengan membiarkan (bahkan mendorong) Ponari melakukan aksinya di lumpur Lapindo. Apakah Ponari akan berhasil atau sebaliknya era “magic” hanya menerima tamparan malu?

Unik

Khusus untuk artikel kali ini, saya tidak mengemukakan opini dan ulasan pribadi saya. Saya hanya ingin melihat sejauh mana sikap, pola pikir, dan keyakinan masyarakat Indonesia saat ini dalam menanggapi fenomena unik. Apakah masyarakat Indonesia cenderung bersikap mencari sebab dan alasan dari suatu fenomena atau mereka yang hanya percaya pada fenomena unik dengan dasar keyakinan atau iman.
Untuk itu, saya harap anda menyampaikan komentar dan tanggapan, apakah Anda adalah seorang yang lebih rasionalis, supranaturalis, keduanya atau bukan keduanya?



DREAMLAND IN BALI

I'm ever gone to dreamland in Bali..

Dreamland is a white elephant, donated to the people of Bali by Tomy Suharto. Actually it wasn’t really donated, it was grabbed, mangled, then taken back. Riding along Jl. Uluwatu on the Bukit, one passes a grand looking entrance complete with statute. A long 4 lane road takes you down towards the coast, passing construction that seems to be frozen in time. ‘Is this place on the way up, or on the way down?’ you might ask. When I arrived in Bali in 2003, the place was on the way down, with locals manning a barrier, demanding a fee from vehicles accessing the beach. They were replaced by soldiers, who themselves tried, on occasion, to get a fee. Yesterday it was the security staff of the new resort construction company, who waved at us as we sped past.

Before all this nonsense began, Dreamland was the biggest white-sand beach on the Bukit. The beach is still in good shape and there are maybe 20 warungs there too. Construction is in full swing, at the point on the 4-lane road that branches off to Dreamland beach. Devin and I had to ride through road construction, over slick mud and then down the heavily rutted slope to the parking area. It is possible to get bikes and cars down almost to the beach.

Sabtu, 07 Februari 2009

MY DARLING

MY HONEY

ENSAYMADA

Bahan-bahan
A. 1000 gr Terigu Tali Emas180 gr Gula15 gr Garam15 gr Yeast Instant30 gr Susu bubuk5 gr Bread ImproverB. 100 gr Kuning telur480 gr Air esC. 100 gr Mentega150 gr Margarin Cara Membuat
1. Campurkan semua bahan A dengan menggunakan mixer hingga rata2. Masukkan bahan B sambil diaduk hingga rata3. Masukkan bahan C dan aduk hingga rata4. Naikkan kecepatan mixer dan aduk hingga ½ kalis5. Istirahatkan adonan selama 30 menit6. Aduk kembali adonan dengan menggunakan mixer hingga kalis7. Istirahatkan adonan selama 10 menit8. Potong adonan seberat @ 50 gr dan bulatkan, kemudian istirahatkan kembali selama 10 menit.9. Bentuk adonan dan letakkan di atas loyang yang sudah dipoles10. Proofing sampai adonan siap untuk dioven11. Masukkan adonan ke dalam oven bersuhu 1800C hingga matang12. Angkat dan poles dengan butter cream serta taburi dengan keju parut.
WE ALWAYS TOGETHER
BEST FRIENDS TOGATHER FOREVER


SNOW WHITE & THE SEVEN DWARFS

A beautiful girl, Snow White, takes refuge in the forest in the house of seven dwarfs to hide from her stepmother, the wicked Queen. The Queen is jealous because she wants to be known as "the fairest in the land," and Snow White's beauty surpasses her own. The dwarfs grow to love their unexpected visitor, who cleans their house and cooks their meals. But one day while the dwarfs are at their diamond mine, the Queen arrives at the cottage disguised as an old peddler woman and persuades Snow White to bite into a poisoned apple. The dwarfs, warned by the forest animals, rush home to chase the witch away, but they are too late to save Snow White from the poisoned apple. They place her in a glass coffin in the woods and mourn for her. The Prince, who has fallen in love with Snow White, happens by and awakens her from the wicked Queen's deathlike spell with "love's first kiss."
Walt came up with the idea for "Snow White" when he was only 15, working as a newsboy in Kansas City. He saw a major presentation of a silent film version of the tale starring Marguerite Clark. The screening was held at the city's Convention Hall in February, 1917, and the film was projected onto a four-sided screen using four separate projectors. The movie made a tremendous impression on the young viewer because he was sitting where he could see two sides of the screen at once, and they were not quite in sync.
For a while after its release the film was the highest-grossing motion picture of all time, until it was finally surpassed by "Gone With the Wind" a couple of years later. This statistic is all the more surprising when one realizes that children were paying a dime to get into the theaters in 1937, and the film, of course, had great appeal to that age group. The original worldwide gross was $8.5 million, a figure that would translate into several hundreds of millions of dollars today. In England, the film was deemed too scary for children, and those under 16 had to be accompanied by a parent.
"Snow White" was the first animated feature film ever. Costing $1.4 million, and featuring such classic songs as "Someday My Prince Will Come," "Heigh Ho," and "Whistle While You Work," the film was in production for three years and utilized more than 750 artists. From many who auditioned for the voice of Snow White (Walt turned down Deanna Durbin), he chose the young singer Adriana Caselotti. Harry Stockwell, the father of Dean Stockwell, did the voice of the prince, and many radio and screen personalities were selected for other roles, including Lucille LaVerne as the Queen and Billy Gilbert as Sneezy. Pinto Colvig (Goofy) did the voice of two of the Dwarfs.
Supervising director: David Hand. Animators: Hamilton Luske, Grim Natwick, Jack Campbell, Robert Stokes, Les Clark, Milt Kahl, Hugh Frasier, Eric Larson, Marc Davis, Paul Busch, and Antonio Rivera. 83 min. Starring: Adriana Caselotti (Snow White), Harry Stockwell (Prince), Lucille LaVerne (Queen), Billy Gilbert (Sneezy), and Pinto Colvig (Dwarfs). A stage version of the movie played at Radio City Music Hall in New York in 1979. For its 1993 reissue the film was completely restored, being the first ever to be completely digitized by computer, cleaned up, and then printed back to film. The film was reissued eight times, in 1944, 1952, 1958, 1967, 1975, 1983, 1987, and 1993, and released on video in 1994. The film received a special Academy Award® in 1939 consisting of one full-size Oscar® and seven dwarf Oscars, all presented to Walt Disney by Shirley Temple.